Rabu, 08 April 2015

Children And New Media; Transmedia Intertextuality.

Kali ini saya masih membahas salah satu materi dari buku Handbook of New Media: Social Shaping and Social Consequences of ITCs. Materi yang akan saya bahas sekarang berasal dari chapter 3 yang berjudul children and new media. Dilihat dari judul chapter saja kita bisa melihat jika buku ini tentunya membahas mengenai anak-anak dan juga media yang digunakan. Media yang dimaksud disini ialah, sebuah games  yang berasal dari computer, online maupun seperti Playstation maupun Nitendo.

Kemajuan jaman memang memberikan banyak dampak baik positif maupun negative dari segala sisi. Pesatnya pertumbuhan permainan komputer ini tidak terlepas dari kemampuan perusahaan-perusahaan pencipta permaian di komputer dalam melihat pasarnya. Anak-anak tidak lebih dari pasar bagi perusahaan pencipta permainan di komputer, hal tersebut terlihat dari rata-rata umur pengguna permainan di komputer yang berada pada usia 29 tahun (Entertaiment Software Assosiation, 2003). Seperti yang dapat kita lihat, bagaimana anak-anak sekarang lebih sering bermain dengan games  kontemporer. Tidak lepas dari itu, salah satu ahli menyebutkan bahwa Games  have increasingly been integrated within what Marsha Kinder (1991) calls the ‘transmedia intertextuality’ of contemporary children’s culture. Dalam kalimat tersebut Marsha Kinder dijelaskan mengenai ‘transmedia intertextuality’ dimana sebuah penguasa menjadi perantara antar suatu media. Maksudnya adalah, banyaknya games  jaman sekarang yang muncul dari adanya tokoh – tokoh kartun yang kemudian menjadi booming dan tokoh – tokoh kartun tersebut dijadikan sebuah alat yang digunakan para pemilik modal untuk menghadirkan adanya games , dan barang – barang menarik perhatian anak-anak. Contoh simple yang ada di Indonesia ini adalah kehadiran kartun Doraemon yang sangat popular dikalangan anak-anak, yang kemudian oleh pemilik modal  kartun tersebut dihadirkan dalam sebuah games , komik, film , dan lain sebagainya. Tidak sekedar itu, banyak macam tas, peralatan tulis, dan juga buku yang menggunakan gambar dari tokoh kartun ini.
Doraemon yang awalnya adalah tontonan yang berupa TV series, sekarang mulai merambah ke berbagai jenis media. Hal ini tentunya karena adanya transmedia intertextuality dimana games  yang dihasilkan berasal dari film yang sangat popular dan menarik banyak perhatian penonton.
Tanpa kita sadari, kejadian seperti ini pasti ada disekitar kita, tentunya dalam range usia anak usia dini. Kepopuleran sebuah film  dapat memberikan efek yang besar terhadap anak – anak. Contohnya saja, keponakan laki – laki saya yang berumur 4 tahun. Sejak kecil ia memang sangat gemar menonton film Cars, film ini memang sempat popular tidak hanya dikalangan anak – anak, tapi juga mungkin orang dewasa maupun remaja. Karena kepopuleran film ini, ia sangat terobsesi kepada tokoh mobil yang ada pada film tersebut. Hampir segala sesuatu barang yang dia beli harus bernuansa dan bergambar Cars. Mulai dari hiasan tembok, tas, topi, baju, dan juga games  yang ada pada tablet-nya.
Jika diperhatikan secara baik, anak – anak yang pada dasarnya memiliki sifat labil dan menganggap apa yang orang banyak sukai tentu menjadi hal yang bagus dan menarik. Anak – anak seusia mereka juga tentunya mudah dipengaruhi oleh lingkungannya, dimana masa – masa itu adalah masa pembentukan pola pikir dan  karakter anak. Mungkin, mereka akan merasa bahwa mereka bukan bagian dari orang – orang disekitarnya apabila ia tidak mengikuti keadaan yang sedang popular saat itu. Saat itulah, mengapa anak – anak usia dini sangat gemar mengikuti kepopuleran yang ada pada lingkungannya tersebut. Penjelasan tersebut sama seperti yang diucapkan oleh Mordenstreng (1970) bahwa, motivasi dasar penggunaan media adalah memenuhi kebutuhan kontak sosial. Bisa saja jika anak tersebut tidak mengikuti kepopuleran yang ada, maka dirinya akan terlihat outdated. Ketika teman – temannya bercerita tentang sesuatu yang berhubungan dengan tokoh film A, dirinya hanya dapat mendengarka tanpa mengerti apa yang mereka bicarakan.
Sebenarnya bukan menjadi hal yang buruk apabila seorang anak memiliki kegemaran pada suatu tokoh, ada beberapa hal positif dari kehadiran tokoh – tokoh kegemaran anak – anak ini. Misalnya saja, keponakan saya yang masih berusia 4 tahun ini baru saja memasuki playgroup, ia sangat senang bermain games  Cars yang ada di tabletnya. Pada games  itu, suara yang muncul adalah suara petunjuk yang menggunakan bahasa inggris, secara perlahan semakin sering anak itu mendengarkan kata – kata tersebut, ia akan mengerti dan mulai menirunya sedikit demi sedikit, yang mana akan memberikan sisi positif dalam kosa kata dan bahasa yang ia katakan. Selain iti, warna Cars yang bermacam – macam juga secara tidak langsung mengajarkan bagaimana anak kecil dapat mengenal warna dengan caranya sendiri. Games  yang berasal dari hadirnya tokoh – tokoh pada sebuah film dan tersedia pada playstore maupun website online sekarang banyak yang dirancang untuk memberikan edukasi kepada anak – anak. Edukasi yang diberikan melalui pandangan visual, dan melatih kerja otak mereka secara perlahan.
Meskipun hal – hal seperti ini tidak akan lepas dari sisi negative dari adanya ketertarikan anak pada tokoh film yang popular pada masanya. Mereka (anak – anak) yang mulai terbiasa dengan kehadiran tokoh baru di dalam sebuah games , membuat bahwa tokoh tersebut adalah segalanya, mereka akan terus menerus berinteraksi dengan tokoh tersebut. Dikhawatirkan, tokoh yang mereka gemari itu memiliki sisi buruk yang searusnya tidak ditiru oleh anak – anak usia dini. Selain itu, mereka bisa saja mengurangi sisi sosial dimasyarakat dan lebih senang dengan mainan barunya. Kecanduan seperti ini, terkadang memberi rasa khawatir pada orang tua. Apabila mereka terlalu asyik dengan games  yang ia miliki maka bisa dimungkinkan mereka mengabaikan teman – teman di lingkungan sekitarnya.
Perusahaan games  pada masa sekarang ini memang sangat cerdas dalam melihat pasarnya di masyarakat terutama tentang hadirnya tokoh kartun baru, perusahaan pencipta permainan di komputer berusaha untuk mensinergikan antara games  buatan mereka dengan media lain yang sedang populer di kalangan anak-anak masa kini. (090)

Daftar Pustaka:
Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006, Handbook of New
Media : Social Shaping and Social Consequences of ITCs, Sage Publication Ltd.
London.
Karman, Pola Penggunaan Media Digital Di Kaangan Anak dan Remaja (Kasus di Kota Jayapura Provinsi Papua). Journal portalgaruda.org diakses pada 7 april 2015.


Tidak ada komentar

Posting Komentar

© Take A Sip
Maira Gall