Di
dalam buku karangan Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone yang berjudul Handbook
of NewMedia : Social Shaping and Social Consequences of ITCs terdapat chapter yang menjelaskan tentang Perspective on Internet Use:
Access, Involvement an Interaction. Dijelaskan berbagai macam pandangan dari segi perspektif optimis maupun
pesimis, dari segi akses penggunaan internet, bidang politik, dan juga
interaksi orang-orang yang berada di dalamnya. Penggunaan akses initernet pada
era seperti sekarang ini bukanlah menjadi hal yang asing lagi, semua orang
dapat menggunakannya secara bebas terutaman di Negara-negara yang sudah maju.
Terdapat dua perspektif yang berbeda yaitu perspektif optimis dan perspektif
pesimis yang menjelaskan mengenai hal-hal yang terkait dengan akses terhadap
internet/ computer. Perbedaan antara perspektif optimis dan pesimis yaitu pada
perspektif pesimis membahas adanya kekhawatiran tentang akses internet atau
media online yang tidak sama, yang berimplikasi pada ketergantungan atau
manfaat yang juga tidak sama efeknya pada setiap orang. Menurut penjelasan pada
chapter ini beberapa jumlah penelitian yang menunjukan bahwa akses yang
dilakukan secara tradisional lebih memberikan dampak negative seperti misalnya
yang berpendidikan rendah, wanita, orang tua, dan orang-orang yang
berpendapatan rendah sangat rendah dalam hal penggunaan yang berbau online,
dikarenankan kurangnya pengalaman dalam penggunaan jasa online.
Penggunaan
internet dalam perspektif optimis yaitu internet dianggap telah memberikan
kemudahan akan berbagai informasi bagi semua kalangan masyarakat atau dengan
kata lain bahwa apapun sifat, manfaat dan bentuk teknologi itu pasti membawa
suatu hal yang positif dan negatif dalam kehidupan manusia sehingga individu
itu sendiri harus mampu untuk mengoptimalkan dan memaksimalkan unsur – unsur
apa saja yang dibawa dari kehadiran internet agar nantinya internet tersebut
dapat memberikan lebih banyak manfaat positif daripada negatifnya. Internet sekarang
ini sudah sangat mudah digunakan, yang mana dengan mudah kita dapat mencari
informasi di dalamnya. Peningkatan internet dari masa-kemasa juga semakin baik,
sehingga internet sekarang ini lebih cepat diakses pada handphone dibandingkan
ketika kita masih menggunakan handphone pada era internet GPRS. Bukti dari
adanya perspektif optimis pada penggunaan akses internet adalah bahwa
penyandang disabilitas yang dapat
mengakses kemudahan internet ini. Salah satu contoh dari adanya hal ini adalah
adanya kehadiran sosok Habibi Afsyah,salah satu penyandang disabilitas yang telah sukses dengan bisnis online-nya.
Awalnya, Habibi
Afsyah hanya di ajak kursus untuk mempelajari internet marketing, yang mana
berhasil membantunya menjual barang pertamanya melalui Amazon.com dengan
produknya PS3. Uang hasil penghasilan dari Amazon dipakai Habibie Afsyah untuk
mengikuti kursus-kursus internet marketing lain, seperti Eprofitmatrix,
Dokterpim, dan Indonesia Bootcamp. Dari kursus dan praktek internet
marketing, Habibie sudah bisa menerbitkan Ebook Panduan Sukses
dari Amazon dan membuat situs Listing Rumah (rumah101.com).
Dapat
kita lihat dari adanya kemudahan dalam menggunakan dan mengakses internet untuk
menelusuri jajaran masyarakat di seluruh dunia, bahkan penyandang disabilitas seperti Habibie Afsyah dapat
menghasilkan penghasilan yang cukup besar dari adanya kehadiran intenet ini. Pada
smartphone sendiri, sudah banyak macam aplikasi yang memberi kemudahan dalam
menggunakan smartphone untuk mereka - mereka
yang memiliki kekurangan. Seperti misalnya Google Talk Back, yaitu berfungsi
bagi mereka penyandang tuna netra. Banyak yang menyebutkan bahwa google talk
back ini adalah asisten android yang mana membantu penggunanya terutama
penyandang tunanetra dalam pengoperasiannya.
Sedangkan
dalam perspektif pesimis mengenai penggunaan akses internet menjelaskan
persoalan adanya new media bukan
hanya melulu mengenai persoalan hardware atau software saja tetapi, mengenai
bagaimana value dari masyarakat yang mana mereka belum mampu dan mau untuk menerima
kehadiran teknologi internet ini. Apabila
melihat dari konteks perspektif pesimis ini, kehadiran internet belum
sepenuhnya bisa dirasakan oleh seluruh pelosok tanah air, mengingat masih
banyak wilayah di Indonesian yang belum tersentuh kehadiran internet ini. Seperti
yang kiita ketahui, sekitar 88,1 juta penduduk di Indonesia sudah menggunakan
dan mengakses internet. Tetapi, suku – suku pedalaman yang berada di kawasan
pelosok tanah air masih banyak yang buta mengenai new media ini. Bahkan, banyak diantara suku – suku pedalaman itu
yang belum atau sama sekali tidak tersentuh dengan adanya media seperti
Televisi, Radio, dan mungkin listrik sekalipun. Sungguh ironis melihat
bagaimana banyaknya pengguna internet di Indonesia ini, tetapi masih banyak
wilayah yang ternyata belum mengenal adanya new
media ini. Contohnya, seperti suku baduy pedalaman. Di daerah mereka,
mungkin tradisi maupun budaya yang tertanam masih sangat kental, yang mana
masyarakatnya memiliki kebiasaan yang berbeda dengan suku baduy perkotaan. Suku
baduy perkotaan tentu jauh lebih modern, melihat dari sisi penduduk yang sudah
mengenal new media, bahkan internet
sekalipun.
Beberapa
kendala yang mempengaruhi new media menurut Van Dijk dan
Rojas,et al pada dasarnya ialah sama. Mereka menekankan bahwa karaketristik
sosial budaya, umur, jenis kelamin dan etnis merupakan kendalanya. Dari segi
jenis kelamin, pada umumnya pengguna internet paling banyak dikuasai oleh
laki-laki dibandingkan kaum perempuan. Tetapi, jika dilihat pada kenyataanya,
menurut saya wanita sekarang jauh lebih aktif menggunakan internet. Contohnya,
banyaknya tempat belanja online tentu menjadi hal yang menarik perhatian
wanita, yang mana wanita tidak perlu jalan keliling toko untuk mencari barang
kebutuhannya yang terkadang memakan waktu lama, selain itu pada hal sosial
media juga wanita cenderung lebih sering mencurahkan isi hatinya melalui
jejaring sosial seperti Twitter, Facebook, dll. Tetapi, dalam chapter ini di
jelaskan bahwa laki-laki yang cenderung lebih sering menggunakan internet disbanding
wanita. Sedangkan dari segi umur, dalam hal ini kita bisa melihat pengguna dari
sudut ‘para orang tua’ yang mana lebih sedikit menggunakan internet
dibandingkan anak – anaknya yang mungkin usianya masih dibilang menginjak
masa-masa remaja. Para orang tua menganggap bahwa new media sepeti internet ini bukanlah hal yang termasuk pada
zamannya, sehingga mereka merasa terintimidasi dari adanya new media.
Dari
seluruh penjelasan mengenai akses internet di dalam chapter 4 ini, bahwa kita
bisa melihat perspektif pesimis dan juga optimis dengan kehadiran new media. Meskipun internet adalah new media yang memberi kemudahan untuk
kita dalam mengakses informasi baru, tetapi sesungguhnya penyalahgunaan intenet
ini sendiri dapat memberikan petakabagi penggunanya yang mana dari segi
jaringan maupun keamanannya tidak seluruhnya baik untuk dikonsumsi. Selain itu,
kehadiran new media ini seharusnya
lebih di imbangi dengan meratanya pembagian jaringan di seluruh Indonesia,
hingga ke pelosok tanah air. (90)
Daftar Pustaka:
Lievrouw, Leah A. & Sonia
Livingstone. 2006, Handbook of New Media : Social Shaping and Social
Consequences of ITCs, Sage Publication Ltd. London.
Tidak ada komentar
Posting Komentar