Kali
ini saya masih membahas salah satu materi dari buku Handbook of New Media:
Social Shaping and Social Consequences of ITCs. Materi yang akan saya bahas
sekarang berasal dari chapter 3 yang berjudul children and new media. Dilihat dari judul chapter saja kita bisa
melihat jika buku ini tentunya membahas mengenai anak-anak dan juga media yang
digunakan. Media yang dimaksud disini ialah, sebuah games yang berasal dari computer,
online maupun seperti Playstation maupun Nitendo.
Kemajuan
jaman memang memberikan banyak dampak baik positif maupun negative dari segala
sisi. Pesatnya pertumbuhan permainan
komputer ini tidak terlepas dari kemampuan perusahaan-perusahaan pencipta
permaian di komputer dalam melihat pasarnya. Anak-anak tidak lebih dari pasar
bagi perusahaan pencipta permainan di komputer,
hal tersebut terlihat dari rata-rata umur pengguna
permainan di komputer yang berada pada usia 29 tahun (Entertaiment Software Assosiation, 2003).
Seperti yang dapat kita lihat, bagaimana anak-anak sekarang lebih sering
bermain dengan games kontemporer. Tidak lepas dari itu, salah satu
ahli menyebutkan bahwa Games have increasingly
been integrated within what Marsha Kinder (1991) calls the ‘transmedia
intertextuality’ of contemporary children’s culture. Dalam kalimat tersebut Marsha Kinder
dijelaskan mengenai ‘transmedia intertextuality’ dimana sebuah penguasa menjadi
perantara antar suatu media. Maksudnya adalah, banyaknya games jaman sekarang yang muncul dari adanya tokoh –
tokoh kartun yang kemudian menjadi booming dan tokoh – tokoh kartun tersebut
dijadikan sebuah alat yang digunakan para pemilik modal untuk menghadirkan adanya
games , dan barang – barang menarik perhatian anak-anak. Contoh simple yang
ada di Indonesia ini adalah kehadiran kartun Doraemon yang sangat popular dikalangan
anak-anak, yang kemudian oleh pemilik modal
kartun tersebut dihadirkan dalam sebuah games , komik, film , dan
lain sebagainya. Tidak sekedar itu, banyak macam tas, peralatan tulis, dan juga
buku yang menggunakan gambar dari tokoh kartun ini.
Doraemon yang awalnya adalah tontonan yang berupa
TV series, sekarang mulai merambah ke berbagai jenis media. Hal ini tentunya
karena adanya transmedia intertextuality dimana games yang dihasilkan berasal dari film yang sangat popular
dan menarik banyak perhatian penonton.
Tanpa kita sadari, kejadian seperti ini pasti ada
disekitar kita, tentunya dalam range usia anak usia dini. Kepopuleran sebuah
film dapat memberikan efek yang besar
terhadap anak – anak. Contohnya saja, keponakan laki – laki saya yang berumur 4
tahun. Sejak kecil ia memang sangat gemar menonton film Cars, film ini memang
sempat popular tidak hanya dikalangan anak – anak, tapi juga mungkin orang
dewasa maupun remaja. Karena kepopuleran film ini, ia sangat terobsesi kepada tokoh
mobil yang ada pada film tersebut. Hampir segala sesuatu barang yang dia beli
harus bernuansa dan bergambar Cars. Mulai dari hiasan tembok, tas, topi, baju,
dan juga games yang ada pada
tablet-nya.
Jika diperhatikan secara baik, anak – anak yang
pada dasarnya memiliki sifat labil dan menganggap apa yang orang banyak sukai
tentu menjadi hal yang bagus dan menarik. Anak – anak seusia mereka juga
tentunya mudah dipengaruhi oleh lingkungannya, dimana masa – masa itu adalah
masa pembentukan pola pikir dan karakter
anak. Mungkin, mereka akan merasa bahwa mereka bukan bagian dari orang – orang disekitarnya
apabila ia tidak mengikuti keadaan yang sedang popular saat itu. Saat itulah,
mengapa anak – anak usia dini sangat gemar mengikuti kepopuleran yang ada pada
lingkungannya tersebut. Penjelasan tersebut sama seperti yang diucapkan oleh Mordenstreng
(1970) bahwa, motivasi dasar penggunaan media adalah memenuhi kebutuhan kontak
sosial. Bisa saja jika anak tersebut tidak mengikuti kepopuleran yang ada, maka
dirinya akan terlihat outdated. Ketika teman – temannya bercerita tentang
sesuatu yang berhubungan dengan tokoh film A, dirinya hanya dapat mendengarka tanpa
mengerti apa yang mereka bicarakan.
Sebenarnya bukan menjadi hal yang buruk apabila
seorang anak memiliki kegemaran pada suatu tokoh, ada beberapa hal positif dari
kehadiran tokoh – tokoh kegemaran anak – anak ini. Misalnya saja, keponakan
saya yang masih berusia 4 tahun ini baru saja memasuki playgroup, ia sangat
senang bermain games Cars yang
ada di tabletnya. Pada games itu,
suara yang muncul adalah suara petunjuk yang menggunakan bahasa inggris, secara
perlahan semakin sering anak itu mendengarkan kata – kata tersebut, ia akan
mengerti dan mulai menirunya sedikit demi sedikit, yang mana akan memberikan
sisi positif dalam kosa kata dan bahasa yang ia katakan. Selain iti, warna Cars
yang bermacam – macam juga secara tidak langsung mengajarkan bagaimana anak
kecil dapat mengenal warna dengan caranya sendiri. Games yang berasal dari hadirnya tokoh – tokoh pada
sebuah film dan tersedia pada playstore maupun website online sekarang banyak
yang dirancang untuk memberikan edukasi kepada anak – anak. Edukasi yang
diberikan melalui pandangan visual, dan melatih kerja otak mereka secara
perlahan.
Meskipun hal – hal seperti ini tidak akan lepas
dari sisi negative dari adanya ketertarikan anak pada tokoh film yang popular pada
masanya. Mereka (anak – anak) yang mulai terbiasa dengan kehadiran tokoh baru
di dalam sebuah games , membuat bahwa tokoh tersebut adalah segalanya,
mereka akan terus menerus berinteraksi dengan tokoh tersebut. Dikhawatirkan,
tokoh yang mereka gemari itu memiliki sisi buruk yang searusnya tidak ditiru
oleh anak – anak usia dini. Selain itu, mereka bisa saja mengurangi sisi sosial
dimasyarakat dan lebih senang dengan mainan barunya. Kecanduan seperti ini,
terkadang memberi rasa khawatir pada orang tua. Apabila mereka terlalu asyik
dengan games yang ia miliki maka
bisa dimungkinkan mereka mengabaikan teman – teman di lingkungan sekitarnya.
Perusahaan games pada masa sekarang ini memang sangat cerdas
dalam melihat pasarnya di masyarakat terutama tentang hadirnya tokoh kartun
baru, perusahaan
pencipta permainan di komputer berusaha untuk mensinergikan antara games buatan mereka dengan media lain yang sedang
populer di kalangan anak-anak masa kini. (090)
Daftar Pustaka:
Lievrouw, Leah A. & Sonia
Livingstone. 2006, Handbook of New
Media
: Social Shaping and Social Consequences of ITCs,
Sage Publication Ltd.
London.
Karman, Pola Penggunaan Media Digital Di Kaangan Anak
dan Remaja (Kasus di Kota Jayapura Provinsi Papua). Journal portalgaruda.org
diakses pada 7 april 2015.
Tidak ada komentar
Posting Komentar